Adapun tujuan kita hidup ini sebagaimana
yang dikehendaki oleh Allah ta’ala tiada lain melainkan untuk berkekalan
semata2 beribadah kepada Allah. Yaitu ditegaskan dan ditugaskan oleh Allah
ta’ala tersurat didalam firmannya:
Wamaa
khalaqtul jinna wal-insa illaa liya’buduuna. (adz-dza riyati-52)
Artinya : tiyada aku jadikan (jin) dan (manusia). Melainkan untuk mereka menyembah Aku (memperhambakan diri mereka kepada Aku
dengan berkekalan).
Bahwasanya memperhambakan diri kepada
Allah di syaratkan dan di rukunkan.
pertama-tama beriman kepada Allah, dan manakala sudah
ada iman lalu menyusul kejiban menegakkan ‘ibadat kepada Allah meliputi segala
segi zhahirnya maupun bathinnya, yang segala undang-undang dasar itu termaktub
dalam Al-quranul karim dan sunnatur rasul SAW, dan cara persahabatan dan
siyasat atau hikmah taktik pelaksanannya itu pada (jama’ dan kias) hikmai dan ‘ulama dan istilah thareqat.
Maka dikehendaki dalam hukum Allah bahwa
manakala sudah ada iman langsung kita di wajibkan menjalankan dzikrullah
(mengingati Allah) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya, sedangkan arti banyak
itu menurut para ahlinya yaitu sampai melampoi batas hitungan atau bilangan
maksudnya tiada berbilang lagi, hal mana ditegaskan dan ditegaskan dalam . dalm
firman Allah :
Yaa
ayyuhal-ladziina amanuudz-kurullaha dzikran katsiran, wasabbihuhu bukratan
wa-ashiilaa, 9al-ahzab 41-43)
Artinya: wahai sekalian orang yang telah
beriman, sebutlah oleh kalian akan Allah dengan sebutan yang
sebanyak-banyaknya, dan tasbihkanlah oleh kalian akan Allah di pagi dan petang
hari (maksudnya: siang malam).
Nyatalah dari ayat-ayat
tersebut bahwa : iman saja tanpa menjalankan (dzikrullah) tidaklah memenuhi kewajiban ‘ubudiyah dan bahwa
setelah kalimah ….Alladzina amanuu….di iringi dengan kalimah perintah:…..udzkurullaha…….menunjukkan betapa hukum menjalankan (dzikrullah) aitu adalah : fardhu ‘ain
dan lagi pula bahwa orang yang beriman itu ialah orang yang benar-benar mengikuti Rasulullah SAW, dengan
mengambil contoh tauladan daripada banyak berdzikir mengingati Allah,
sebagaimana dinyatakan dalam
firman allah ta’ala :
Laqad
kaana lakum fii rasuulillahi aswatun hasanah liman kana yarjullahu walyaumal
akhira wadzakarallahi katsiiran (al-ahzab-31)
Artinya : sesungguhnya pada diri
rasulullah ada suri tauladan yang baik bagi kalian, yaitu barangsiapa yang
mengharap ridha Allah dan kebahagiaan hari yang kemudian serta banyak mengikuti
Allah. Yaitu menurut apa yang dijelaskan didalam sabdanya rasulullah SAW :
Ta’arraf
illallahi fiir-rakha-i yu’arrifuka fiisy-syidati,
Artinya : kenali kepada Allah (ingatlah kepada Allah) dimasa
kesenangan niscaya Allah mengingati akan engkau di masa kesusahan.
Kini jelaslah bahwa thareqat dzikir kita
tetap merupakan tatalaksana dari apa yang diwajibkan oleh (syara’) berdasarkan (al-Quran)
dan (Hadits nabi saw). Maka
selanjutnya diperlakukan adanya sarana penghantar kepada tujuan yaitu yang
disebut (wasilah), maksudnya : tali
penghubung / pengikat atau disebut perantara yang bershifat penghantar
pemersatu bagi menyampaikan kita berwahdah kehadhirat Allah ‘azza wa jalla
sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah ta’ala :
Yaa
ayyuhalladziina amanuut-taqullaha wabtaghu ilaihil wasilatu wajahidu fii
sabiilillahi la’allakum tuflihuuna
(alma-idah-35)
Artinya : wahai segala orang yang
beriman takutlah kalian kepada Allah dan carilah jalan penghantar / perantara
kepadanya dan berjuanglah pada jalannya, agar kalian mendapat keberhasilan.
Dan lagi perlunya adanya sarana
penghantar dipujikan dalam firman Allah ta’ala pula :
U-laaikal-ladziina
yad’uuna ilaa rabbihimul wasilata ayyuhum qurabu wayarjuuna rahmatahu
wayakhafuuna ‘adzabahu, inna ‘adzaaba rabbaka kana mahduuran. (al-isra-57).
Artinya : orang yang menyembah /
berdo’a, mereka mencari dan penghubung kepada tuhannya, mana yang lebih dekat
kepadanya (thareqat muraqabatul ma’iyyah) dan mengharapkan rahmat tuhan serta
takut akan siksanya, yang sesungguhnya ‘adzab tuhanmu itu adalah sangat
menakutkan.
Bagaimana hukumnya mengambil atau
menjalankan wasilah itu? Jawabannya ialah menurut qaidah yang berlaku :
Inna
lilwasaa ili hukmul maqasidi
Artinya : bahwasanya bagi segala sesuatu
wasilah itu hukumnya menurut hukumnya apa-apa yang maksudnya, maksudnya :
jikalau apa-apa yang dimaksud kan itu hukumnya wajib,
seumpama ‘ibadah haji atau shalat jumah, maka mengambil wasilah penghantar /
penghubung yang menyampaikan paa tujuan ‘ibadatnya itupun wajib pula, seumpama
: berkendaraan dan / atau berbekal atau sepertinya. Maka dalam hal
berwasilah untuk maksud tujuan yang
haram segala bentuk penghantarnya pun haram, demikian pula dalam hal yang
sunnah atau makruh. Ingat-ingatlah
jangan sampai kita salah mengambil wasilah, maka hendaknya, nuruti apa
yang telah itunjukkan / digariskan idalam sabda rasulullah saw. :
ersamung ke_13_E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar