Laa tatruki dza-dzikra li’adami hudhurika
ma’allahi fiihi, lianna ghaplataka fii wujudidzikrihi,fa’asaa antarfa’aka
mindzikri ma’a wujudi ghaflatin ilaa dzikri ma’a wujudi yaqazhatin,wamin
dzikrin ma’a wujudi yaqazhatin ilaa dzikrin ma’a wujudi hidhurin, wamin dzikrin
ma’a wujudin hidhurin ilaa dzikrin ma’a wujudi ghaibatin ‘ammaa siwalmadzkuri,
wama dzalika ‘alaallahi bi’aziizi.
Artinya F:
janganlah meninggalkan dzikir karena engkau belum selalu mengingati allah
diwatu berdzikir, sebab kelalaianmu terhaap Allah dikala tidak berdzikir lebih
berbahaya daripada kelalaian terhadap Allah di waktu berdzikir, semoga Allah
menaikan derajatmu daripada zikir dengan kelalaian kepada dzikir yang disertai
ingat/sadar terhadap Allah, lalu naik pula dari dzikir dengan kesadaran ingat
kepada tingkat dzikir yang disertai rasa hadhir dan dari dzikir yang disertai
rasa hadhir naik kepada dzikir hingga lupa terhadap segala suatu selain Allah,
dan yang demikian itu bagi Allah tidak sukar, berpindah naik dari satu tingkat
kelain tingkat /derajat dzikir adalah satu-satunya jalan terdekat yang terdekat
menuju kepada Allah bahkan yang sangat mudah dan ringan.
Syaikhu
abulqasim al-qasyairi berkata : dzikir itu perlambang wilayah (kewalian) dan
pelita penerangn untuk sampai (pada
Allah) ddan tanda shehat permulaannya, serta menunjukkan jernih akhir
puncaknya, dan tiada satu ‘amal yang menyamai dzikir, sebab segala ‘amal
perbuatan itu ditujukan untuk berdzikir, maka dzikir itu bagaikan jiwa dari
segala ‘amal. Seangkan kelebihan dzikir dan keutamaannya tak dapat dibatasi.
Firman Allah
ta’ala : fadzkurunii adzkurkum
(al-baqarah-153),
artinya :
berdzikirlah kalian kepada kami, pasti kami berdzikir pada kalian.
Syaikhu
‘abdullah bin ‘abbas r.a, berkata : tiada kewajiban yang diwajibkan oleh Allah
kepada hambanya melainkan ada batasannya, kemudian bagi orang yang ‘udzur
dimengapaka bila tidak dapat melakukannya kecuali : dzikir. Maka dzikir tidak
ada batas dan tidak ada ‘udzur yang apat diterima untuk tidak mengerjakannya,
hanya satu yaitu berubah ‘aqal atau tidak beraqal/gila., perhatikanlah
keterangan bagan ini :
Telah berkata
ahli shufiyah : qalbu ghaibun (hati
ghaib) warabbu ghaibun dan (tuhan
ghaib), qalbun qasii kalbaha-imi bighairi ‘amali-hati yang keras seperti
binatang tanpa memperbuat sesuatu,
Adapun lisan (lidah kita itu juru bahasa hati),
Adapun hati
itu tempat hidayah,
Adapun hidayah
itu adalah cahya, dan yang dinamai hidayah itu shifat ma’ani yang (7) :
1.
Qudrat
2.
Iradat
3.
‘Ilmu
4.
Hayat
5.
Sama’
6.
Bashar
7.
Kalam
Yaitulah yang
nyata kepada hati yang bangsa nurani, dan yang bangsa nurani itulah cahya yang
berhubungan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Tersebut
didalam hadits qudsi, bahwa Allah berfirman :
Maan ra-aanii faqad ra-alhaq = artuinya
: barangsiapa yang melihat kami sesungguhnya dia melihat yang haq.
Dan bersabda
rasulullah saw, ra-aitu rabbii fii
ahsani shurati = artinya : daku melihat tuhanku didalam sebagus-bagus rupa.
Dan lagi
sabdanya : ‘Araftu rabbii birabbii =
artinya : daku mengenal tuhnku dengan tuhanku.
Dan berkata
pula sayyidina ‘alii r.a, ra-aitu rabbii
bi’aini qalbii, faqultu laasyakka anta anta = artinya : aku melihat tuhanku
dengan mata hatiku, dan aku pun berkata : tidak syak lagi : yang engkau itu,
adalah engkau tuhan.
Qalallahu
ta’ala : mazhaharat fii syai-in kazhahuri fiil insani = artinya : tiada nyata
pada sesuatu seperti nyatanya pada manusia.
Tamat
Wallauhu ‘alam bish-shawab : tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar