Bab_6_tajalli
Bermula yang dimaksud dengan (tajalli) menurut arti pada lughah tajalla = tampak /nyata, maka
mulai dari (takhalli) meninggalkan
yakni membuang segala shifat dan perangai yang buruk-lalu (takhalli) memperindah, membaguskan segala shifat, dan
perangaizhahir bathin-kemudian dengan itu (tajalli)
menampakkan nyata/terang alhaq (gambaran),
jadi (tajalli) adalah melihat
wujudullah alkhaliq dengan terang dan nyata, iya tidak suatu pun mensukutuinya
dan tidak sesuatu pun mendampinginya, melihat dengan mata iman yang yaqiin akan
Dzat wajibil wujud yang Ahad, yang wahdah-yang wahid, sehingga tiada antara
lagi tuhan dengan hambanya tiada terdinding oleh apa pun, karena segala dinding
yang hijab itu pun (makhluq) belaka
dan karena Allah ta’ala itu lebih hamfir/lebih dekat daripada urat nadi leher
kita : firman Allah ta’ala ; wanahnu
aqrabu ilaihi min hablil warid (Qaf-16) artinya : kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya.
Dalam menempuh/jalan thareqat untuk memperoleh kenyataan
tuhan (tajalli) berlaku riadhah (latihan2) menguasai diri seperti
berkhalawat, berkekalan dzikirullah disertai puasa2 sunah-mengurangi tidur
membanyakan tdzakur dan ibadah2 sunat mencapai-
fana –u llahi,
fana-u billahi, baqa-u billahi. .
Maka terlebih dahulu untuk merintis kefahaman perlu
diketahui ‘ilmunya bahwasanya kesempurnaan dan sempurnanya yang bernama ‘ilmu
itu telah diterangkan antara lain telah berkata syaikhuna muhammad ‘azii
ahmaduqibni : ketahuilah : kesempurnaan ‘ilmu agama dan sempurnanya yang
bernama ‘ilmu : bahwa sesungguhnya menurut pendapat segala ‘ulama shufiatul
haqiqiina yang telah berhasil mereka daripada ‘ilmu-ilmunya, bahwasanya yang
dinamakan sebenar-benarnya ‘ilmu itu bukanlah suratan yang
tertulis dan bukan bahasa dan bukan suara, hanya sanya : yang
dinamakan sebenar-benarnya ‘ilmu yaitulah ingat kepada Allah dengan hati yang hening sekali-suci murni.:itulah
sebenar-bennar-benarnya ‘ilmu.
Adapun sempurnanya ilmu itu atas empat perkara :
1.
Shabar
2.
Tawakal
3.
Ridha
4.
Ikhlash
Shabar itu menjalankan tugas-tugas yang ringan mupun yang berat
daripada Allah subhanahu wata’ala beserta menahan diri daripada segala
ujian-ujian, percobaan-percobaan, dan lain-lain sebagainya.
Tawakal yaitu berserah diri zhahir bathin kepada Allah ta’ala
daripada hal ihwal yang mengenai dunyawiyah maupun ukhrawiyah : selalu sadar
bahwa Allah sajalah yang menunjukkannya dan yang mencukupinya.
Ridha yaitu menerima dan menyambut dengan luas hati yang
sepenuhnya segala apa-apa hukum-hukum dan pemberian-pemberian dari Allah
subhanahu wata’ala.
Ikhlash yaitu tiada karena
lain-lain hanya karena Allah semata-mata menjalankan daripada segala apa-apa
yang diperintah atau yang ditugaskan baik yang ringan maupun yang berat baik
itu yang mengenai jasmani maupun ruhani, yang zhahir maupun yang bathin.
Adapun
kelakuan ilmu itu atas empat perkara :
1.
Tawadha’ merendahkan
diri zhahir dan bathin.
2.
Shidiq yakni benar-benar lurus hendaknya dalam segala hal.
3.
Lapang hati yakni hendaknya selalu menghilangkan segala apa
yang susah.
4.
Berjama’ah yakni hendaknya bersama-sama orang mukmin disegi
ibadatnya.
Itu sesuai dengan sabda rasulullah saw, Innama bu’itstu
li-utammima makarimal-akhlaq.
Artinya : sesungguhnya hanya sanya daku ini dibangkitkan
kealam dunia untuk menyempurnakan segala kemulyaan akhlaq / kelakuan.
Ketahuilah
sempurnanya yang bernama ilmu.
1.
bermula sempurnanya
ilmu itu : hendaknya mengetahui ashalnya ilmu yang melihat dan yang dilihat,
oleh karena itu melihat dan yang dilihat itu tidak ada bedanya. Adapun yang melihat itu adalah (Dzat) dan yang dilihat itu adalah (Shifatnya)
2.
lagi pula hendaknya
tau yang berkata dan yang dikata, maka itu wujud tunggal yakni bahwasanya wujud
tunggal itu tiada berpindah /tiada berpisah bagaikan daging dengan kulit.
3.
dan sempurnanya kata
itu adalah :
(Dzatku Dzattullah
Wujudku Wujudullah, shifatku shifatullah, rupaku rupaullah, namaku Asma-ullah,
pengucapku kalamullah), yaitu yang berdiri
kepada Allah..jangan syak lagi dengan kata-kata ini, perhatikan firman Allah
ta’ala dalam hadits qudsti :
layazallu ‘abdii taqarrabu ilayya binnawafili hatta uhibbahu faidza
ahbabtuhu kuntu sam’ahulladzii yasma’ubihi wabasharahulladzii yubshiru bihi
wayadahullatii yabthisu bihaa warizlahullati yamtsi biha walain la—u’thianahu
walainis ta’adzanii la-usiidanahu.
Artinya : tiadalah berputus (berkekalan) hambaku mendekatkan diri kepada kami dengan ‘amal-amal
(sunat2) sehingga kami cinta
padanya, maka bila kami telah cinta padanya jadilah kami pendengarannya yang
dengan itudia mendengar, jadilah kami penglihatannya yang dengan itu dia
melihat, jadilah kami kami lidahnya yang itu dia berkata, jadilah kami tangnya
yang dengan itu dia menghajar, jadilah aku kakinya yang dengan itu dia
berjalan, an manakala mereka berlindung pada kami segera kami lindungi dia………………………..
Hal mana juga digambarkan dengan kata-kata ahli ‘arifiina
billah : man ‘arafallaha laa yahfaa
‘alaihi sya-iun. artinya : barangsiapa mengenal Allah dengan sebenar-benar
mengenal niscaya tiak tersembunyi atasnya sesuatu apapun juga.
Maka allah subhanahu wata’ala mengaruniakan kepadanya (ilmu laduni) yaitu ilmu yang di
ilhamkan oleh Allah kedalam hati hambanya dengan tiada melaui teleqin dan tiada
be’at ijajah daripada masyaikhu, yaitulah ilmu yang tetap tiada hilang tiada
lupa lagi, jadilah orang yang mempunyai ilmu itu yang disebut orang ilmu yang
sebenar-benarnya sebagaimana yang tersebut dengan firman Allah ta’ala :
wa’allamnahu min
lladunna ilman (alkahf 65)
artinya : dan kami ajarkan dia langsung dari sisi kami akan
ilmu. ……..
Telah berkata Syekh ahmad bin muhammad al-iskandari :
syu’a’ul bashirati yusyhiduka qurbahu minka, wa’ainul basharati
yusyhiduka ‘adadamaka liwujudihi, wahaqqul bashiirati yusyhiduka wujudahu
laa’adamaka walau wujudaka.
Atinya : sinar mata hati itu dapat memperlihatkan kepadamu
dekatnya Allah kepadamu, dan mata hati itu sendiri dapat memperlihatkan
kepadamu ketiadaanmu karena wujudnya Allah dan haqeqat matahati itulah yang
menunjukkan kepadamu hanya wujud Allah semata-mata, bukan ‘adamnya kamu dan
bukan pula wujudnya kamu, syu’a-ullbashrati yaitu cahya ‘aqal, ‘ainalbashirah
yaitu cahya ilmu dan haqulbashrah yaitu cahya ilahi.
Bersambung ke_6_B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar