Pembinaan Peribadi
Sebagai mana telah diuraikan, bahwasanya tashauf adalah merupakan dasar pokok kekuatan bathin, pembersih jiwa, pemupuk iman, penyubur ‘amal shalih, semata-mata mencari keridhoan Allah memperkuat daya juang dalam latihan jiwa, untuk Ma’rifatullah. (Mengenal Allah), setingkat demi setingkat hingga sampai pada maqom fana yaitu lebur peribadi pada kebaqoan Allah, dalam keadaan mana semua rahasia yang membatasi diri dengan Allah tersingkap, kasyfa, ahadiyah, wahidiyah, wahdah, dalam baqonya satu pada ‘abid dan ma’bud, yang menyembah dan yang disembah dimana seorang itu sampai pada Haqeqat sebagai ujung dari semua perjalanan.
Dengan jalan tashauf / thoreqat seseorang dapat mengenal Tuhannya, dan dia merasakan wujudnya, tidak sekedar mengetahui bahwa Allah itu bershifat Wujud maka Fana dapat diartikan dengan bahasa falsafah : (Mentiadakan Diri Supaya Ada), maka mencapai ma’rifat diperlukan melalui : Syare’at (Peraturan), thoreqat (pelaksanaan), Haqeqat (Kenyataan).
Adapun
tatacara urusannya mesti ditempuh untuk mencapai tujuan itu pada pokoknya ialah: (Takhalli) , Membersihkan diri Zhohir
dan Bathin dari segala shifat2 dan perangai yang tercela, menjauhi Ma’siat
Zhohir dan Bathin, lalu (Tahalli)
mengisi diri dengan shifat2 yang terpuji, tho’at zhohir dan tho’at bathin,
barulah (Tajalli) memperoleh
kenyataan.
Maka pintu
yang menghantarkan pada (Fana) adalah (Dawamudz dzikri), artinya : tetap
berkekalan mengingati Allah, dan (Dawamun nitsani),
artinya : tetap berkekalan lupa pada selain Allah, lalu dzikirnya
meliputi (Dzikrul
lisaani) artinya : Dzikir dengan lisan, (Dzikrul qalbi) artinya : Dzikir
hati , (Dzikrus-sirri
audzikrruuhi) artinya : Dzikir rahasia atau Dzikir nyawa.
Adapun dinding
atau hijab yang seolah-olah membatasi diri dengan Allah dzat yang wajib
wujudnya itu ialah (Hawa Nafsu) kita sendiri, maka dalam usaha mengangkatkan
hijab itulah maka, dilaksanakan latihan-latihan / riyadhoh / mujahadah menempuh
tatacara (Takholli , Tahalli , Tajalli), tersebut, maka tiada lain mendahulukan
pembinaan peribadi dalam mengutamakan perbaikan (Akhlaq) yang merupakan titik
tolak beragama, karena demikian itu telah disyare’atkan sabda Rasulullah SAW.
Innamaa
bu’itstu liutammima makarimal akhlaq
Artinya :
sesungguhnya daku ini diutus oleh Allah untuk mengutamakan penyempurnanya
akhlaq.
Imam Ghazali
r.a. berkata : bahwa tujuan perbaikan (Akhlaq) itu ialah dengan membersihkan hati dari
kotoran-kotoran (Hawa Nafsu) dan amarah, agar hati menjadi bersih, suci
bagaikan cermin, siapa menerima Nur cahya Tuhan.Firman Allah ta’ala :
Faman kana yarjuu liqooa
robbihi falya’mal ‘amalan sholihan wala yusrik bi’ibadati robbihi ahadan
(al-kahfi–11)
Artinya : maka
barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Allah hendaknya dia mengerjakan ‘amala
yang shalih. Dan jangan ia mempersekutukan sesuatu apapun dalam ber’ibadat
kepadanya, Perhatikan pula firman Allah
ta’ala :
Wa’bud
robbaka hatta ya’tiyakal yaqiin ( al-hajar – 99 )
Artinya : dan sembahlah tuhanmu sampai datang kepadamu yang
diyakini ( Ajal )
Maka berarti
untuk mencapai perjumpaan dengan Allah mestilah mengemarkan ‘amal-‘amal shalih
/ segala kewajiban yaitulah berakhlaq baik berperangai ikhsan, dan landasan
untuk itu pertama-tama shifat Shabar, sebab tiada sahifat shalih manakala tiada
shabar dan shifat shalih itu pun bertandakan shifat syukur dan shifat ridho
atau ikhlash.
1.
Shabar :
Menurut Imam
Ghazali : bahwa yang dinamakan shabar itu ialah meninggalkan hal
pekerjaan yang digerakkan oleh “Hawa Nafsu“ dan tetap pada pendirian Agama yang
mungkin bertentangan dengan “Hawa Nafsu“ , lantaran semata-mata menghendaki
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Memang shabar
itulah merupakan (jihad /perjuangan) besar untuk menghadapi (Hawa Nafsu)
bagi kembali pulang kepada tuhan. Firman
Allah ta’ala :
Wasta’iinu
bishshobri washshalat, wainnaha lakabiirotun illa ‘alalkhosi’iin , alladziina
yadzunnuna annahum malaquu robbihim wainnahum ilaihi roji’uun (al-baqarah–45-46)
Artinya :
jadikanlah shabar dan shalat itu penolak dan sesungguhnya yang demikian itu
berat kecuali
bagi orang yang khusyu’ yaitu orang yang meyaqini bahwa mereka itu akan menemui
tuhan dan bahwa mereka akan kembali pada Allah.
Sifat shobar
diakui sebagai suatu yang (Berat) yang demikian istimewanya karena hanya dapat
dipikul oleh orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang selalu
pandangannya kepada Allah semata-mata baik ‘itiqadnya dan bener tujuannya, kuat
menahan dan memikul segala kesakitan dan keberatan dalam mentho’ati peraturan
Agama, baik itu berupa perintah atau yang berupa larangan.
Ahli filsafat
mengatakan bahwa : dengan Ilmu saja tidaklah cukup melakukan dasar yang utama
bagi suatu kesempurnaan, tiada tho’at jika tiada shabar,
Qaum shufi
memberi perincian tentang shabar sebagai berikut :
1. shabar pada tho’at :
manusia mempunyai
kekhushushan tersendiri : menghadapi banyak pengawasan atas dirinya dalam suatu
tugas kewajiban dalam rangka Tho’at, maka shifat shabar adalah menjadi penolong
dan pengawasannya dalam tiga keadaan :
pertama :
shabar sebelum
tho’at : ialah niyat yang (Ikhlash),
tujuan yang shaheh serta dengan keyakinan Agama merasa berkewajiban menerima
peraturan berupa perintah atau larangan.
Kedua :
Shabar
melaksanakan Tho’at ialah melaksanakan segala kewajiban Agama, sampai selesai
baik berkala maupun yang terus menerus dengan penuh kesungguhan dan rasa
tanggung jawab.
Ketiga :
Shabar setelah
Tho’at ialah tidak merasa bangga dengan selesainya tugas pekerjaan, tidak
menghitung-hitung jasa, tidak iri hati atas kelebihan atau kekurangan orang
lain, tidak riya untuk dikagumi hasil usahanya, tidak pamrih.
2.
Shabar pada kewajiban :
Mengetahui
sesuatu kewajiban saja tidak cukup untuk dapat mengerjakannya tampa adanya
keshabaran, sama halnya dengan mengetahui sesuatu larangan itu belum tentu
dapat meninggalkannya manakala tampa adanya keshabaran, misalnya dalam
menunaikan Shalat–Zakat–Puasa–‘Ibadah
haji–Dzikrullah–Wirid–wirid itu sangat memerlukan keshabaran,
seumpama mengerjakan Shalat pardhu lima kali sehari semalam saja adalah
mendidik diri peribadi untuk membiyasakan shabar menjadi Thobe’at sehari-hari
dalam mengharap ridho Allah, begitupun dengan puasa, apalagi dengan membanyakan
‘amal-‘amalan yang sunat-sunat maka shabar dan shalat betul-betul banyak
mengandung Hikmah dan mengundang shifat-shifat yang terpuji seperti antara lain
: Tho’at–Patuh–Setia–Tanggung
jawab–Lurus–Menepati Janji–Menghargai Waktu–Taqwa–Lembut–Berbudi Halus– Cinta
damai dan Kerukunan–tenang dan yang seperti itu yakni semua
shifat-shifat yang terpuji.
3.
Shabar dalam beberapa bagian :
Yaitu pada
terbaginya menurut hukum :
· Shabar dilakukan untuk menjauhkan diri dari pada segala yang
haram, hukumnya itu:Wajib, sama
dalam hal untuk melaksanakan yang:Pardhu,
· Shabar dilakukan untuk melaksanakan yang sunat-sunat atau
untuk menjauhi yang makruh, itu
hukumnya : Sunat.
· Shabar dalam menjalankan hukuman diri sebab pelanggaran
hukumnya : Mubah.
· Shabar dalam dalam menegakkan kehormatan peribadi dan / haq
memiliki peribadi, maka hukumnya itu : Haram.
Itulah namanya
shabar menjalankan dan mentho’ati hukum Allah adalah segi berjuang diatas jalan
Allah, mati dalam perjuangan diatas jalan Allah itu mati Syahid yakni
berjuangan pada yang bersifat Amar Ma’aruf dan Nahii Munkar. Melakukan shabar
pada yang demikian dinamakan (Shabar Suja’ah) Shabar berani, memang shabar
demikian semakin tambah Berat, tetapai mulya.
Panglima perang dimasa Rasulullah SAW,yaitu Kholid bin Walid
berkata : wahai keluarga Islam, shabar itu kemulyaan dan kalah itu sesuatu
kehinaan, kemenangan adalah keshabaran. Firman
Allah ta’ala :
Washbiruu,
innallaha ma’ashshobiriin ( al-anfal – 46 )
Artinya : dan
bershabarlah kamu sekalian, sesuangguhnya Allah besrta orang-orang yang shabar,
satu-satunya kekuatan daya ketahanan itulah shabar baik segi duniawi maupun
segi Akhirat. Firman Allah ta’ala :
Ulaaika
yujzaonal ghurfata bimaa shobaruu wayulaqqoona fiiha tahiyyatan wasalaaman ( al-furqon – 75 )
Artinya :
mereka itulah orang-orang yang dianugrahi Allah dengan martabat yang
mulya (dalam syurga) karena kesabarannya dan mereka disebut dengan
kehormatan dan upacara selamat.
2. Sykur :
syukur itu
adalah suatu shifat yang terpuji dan dipuji oleh Allahdan adalah dia salasatu
tiang utama pada perbaikan Akhlaq dan pembinaan peribadi manusia, orang yang
tidak tahu bersukur / berterima kasih atas Ni’mat –ni’mat yang diperolehnya
maka kesusahanlah yang akan menyertainya, dan shifat tidak mensyukuri ni’mat
Allah itu adalah Kufur yang tiada disukai oleh Allah dan tentu dibalas dengan
‘Azab yang pedih.
Adapun
termasuk dalam arti syukur ialah keadaan seseorang mempergunakan ni’mat yang
dilimpahkan oleh Allah kepadanya itu kepada kebajikan melulu
seperti (Tangan)
digunakan untuk bekerja dan berusaha mencari Rizqi yang Halal dan pada
perbuatan menolong sesama manusia yang menderita kesusahan, (‘Aqal) dimanfaatkan bagi menambah ilmu
pengetahuan yang berguna bagi sesama Makhluq, dan dirinya di’abdikan untuk
beribadat kepada Allah ta’ala dan berbakti kepada masyarakat dan yang seperti
itu pula.
3.Taubat :
taubat adalah
suatu shifat yang terpuji dan dipuji oleh allah ta’ala,
sebagaimana
firmannya :
Innallahayuhibbut-tawabiina
wayuhibbul mutathohiriina (al-baqarah – 222)
Artinya :
sesungguhnya Allah mensukai orang-orang yang taubat dan mensukai orang-orang
yang mensucikan diri.
Syukur dan
taubat mestinya selalu berdampingan, karena keduanya itu sebenarnya dalam satu “ Kandungan “ Dzikrullah, maksudnya
tiada dapat dianggap adanya Dzikirllah manakala tiada mengandung Syukur dan
Taubat, sebagaimana sebaliknya tiada dapat dianggap ada Syukur dan Taubat
manakala tiada Dzikrullah (Mengingat
Allah) didalamnya.
Taubat
berarti dua jurusan, yaitu :
Pertama :
segera
berhenti mengerjakan Ma’siat–Kejahatan–Pelanggaran menyesali karana Allah dan
berhasrat kuat untuk tidak memperbuat lagi Ma’shiat / Pelanggaran itu yang
semata-mata karena Allah bukan karena takut atau malu pada Makhluq, sambil
memohon kepada Allah limpah karunia ampunannya,
Kedua :
Sadari karena
Allah (Mengingat Allah) tidak
mempergunakan segala ni’mat dari Allah pada jalan Ma’shiat / Pelanggaran
walaupun masih memiliki kemampuan diri tidak mampuh atau bukan karena takut
atau malu pada sesama Makhluq melainkan karena memandang pada Wujudullah ta’ala
jua.
Lihatlah
umpamanya hikmah rahasia pada wudhu ; tangan dibasuh sambil taubat ya’ni ,
memohon ampunannya dan berjanji diri untuk tidak mempergunakan tangan itu pada
perbuatan yang terlarang oleh Allah, begitu juga mulut berkumur ya’ni bersuci
dari pada kejahatan mulut pada ucapan dan minum, wajah muka dobasuh ya’ni
taubat dan bersuci dari segala kejahatan muka, penglihatan Mata, Hidung–Kuping–Kaki dibasuh maksudnya taubat dan bersuci
dari segala kejahatan kesalahan berpikir, demikian pun dengan hikmah mandi ( Junub ) mengandung maksud taubat dan
bersuci dari segala Dosa bahkan sampai pada Dosa anga-angan dan Siir perasaan,
maka taubat adalah juga sokoguru (tiang
utama) menunjang tegaknya Akhlaq yang baik.
4. Radhoa bilqodho :
pada umumnya
manusia itu sukar menerima keadaan-kedaan yang biasa menimpah dirinya seperti :
Kemiskinan / Kekurangan –Kerugian–Kehilangan barang atau harta banda atau
pangkat kedudukan–Sakit–Kematian keluarga–dan lain-lain sebagainya
yang dapat mengurangi kesenangannya.
Yang dapat
bertahan dalam kesukaran dan cobaan-cobaan seperti itu hanyalah orang-orang
yang telah mempunyai shifat (Ridho) artinya : Rela menerima
Allah dengan apa yang dilimpahkan dan ditakdirkan oleh Allah kepadanya dan
tetap Rela berjuang atas jalan Allah, Rela menghadapi segala kesukaran, Rela
membela kebenaran, Rela berkorban harta–tenaga–pikiran bahkan nyawa raga sekalipun bagi
Agama Islam karena Allah semata-mata.Telah
diceritakan oleh Rasulullah SAW. Sebuah hadits qudsi
Qolallahu ta’ala : Innani anallahu
laailaaha illa anaa , man lam yashbir ‘alaa balaaii walam yasykur lina’maaii
walam yardho biqodhooii, falyakhruj min tahti samaaii walyathlub robban siwaya.
Artinya : bahwasanya
Allah ta’ala berfirman : sesungguhnya kami inilah Allah, tiada ada tuhan
sebenarnya selain kami, maka barang siapa yang tidak bershobar atas cobaanku ,
tidak bersyukur atas ni’mat daripada kami dan tidak Rela terhadap ketentuanku
maka hendaklah dia keluar dari langit ketinggian kami dan carilah tuhan yang
lain daripada kami
Bersambung ke_2_B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar