artinya : jadilah dirimu beserta allah
(hendaklah kamu beserta Allah) dan apabila kamu tidak bisa beserta Allah, maka
jadikanlah dirimu beserta orang yang telah apat dirinya beserta Allah, maka
sesungguhnya diyalah (orang itu) yang menghubungkan engkau menghantar
menyampaikan engkau kepada Allah.
Timbul tentunya pertanyaan : siyapakah
orang tersebut, dimana dan bagaimana orang itu dan apa ciri-cirinya orang yang
sudah dapat beserta Allah itu? Jawabannya : bukankah Allah berfirman
menjelaskan ddengan orang yang bagaimana Allah itu beserta? Tilik oleh kita
ayat2 yang seumpama bunyinya :
Inna llaha ma’ash-shabirina-inna llaha ma’almuttaqiina.
Maka dapat kita kesimpulan, bahwa orang
yang (taqwa dan shabar) adalah orang-orang yang dapat beserta Allah, maka
mereka itu dapatlah kita dekati, semoga mereka pun berilmu sehingga kiranya
dapat kita jadikan mereka itu sebagai wasilah untuk (muqarabah ke khadhirat
allah yang maha Esa, karena walaupun benar bahwa : seseorang nampak (taqwa dan
bershifat shabar0 belum tentu mustahaq dijadikan wasilah, tetapi tiap seseorang
yang sudah dapat beserta Allah lagi mustahaq dijadikan wasilah, tentu mereka
itu bershifat shabar lagi taqwa, dan dengan mereka mudah mudahan kita dapat
terpimpin menjalankan :
Dawamul’ubudiyyah
zhahiran wabathinan ma’a dawami hudhuril qalbi ma’allahi.
Artinya : senantiasa berkekalan
memperhambakan diri kepada Allah zhahirnya dan bathinnya beserta senantiasa
berkekalan hadhir hatinya beserta Allah subhanahu wata’ala-yakni sesuai firman
Allah ta’ala :
Alladziina
hum fii shalatihim khaa syi’uuna (al-mukminun-3)
Artinya : yaitu mereka yang dalam
shalatnya khusyu’.
Dan
lagi firman Allah ta’ala : alladziina hum ‘alaa shalatihim daa i-muuna (al-mu’araj-23)
Artinya : yaitu mereka yang atas shalat
mereka berkekalan.
Bagaimana telah kita ketahui (khusyu’) itu pertanda bahwa benar-benar iya telah mengingati
Allah dengan sempurna dan berkekalan dan bahwa dia tiada lebih banyak
mengingati (dunia) atau yang selain Allah.
Firman Allah ta’ala : wadzkuru rabbaka fii nafsika tadharru’an
wakhiifatan waduunal jahri minal qauli bilghuduwwi wal-ashali wala takun minal
ghaafiliina (al-anfal-305)
Artinya : dan dzikirkan olehmu tuhanmu (allah) didalam jiwamu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, lagi pula tidak dengan suara yang nyaring / keras di waktu pagi dan
petang (siang malam) dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang (lali).
Dan lagi firmannya : Wadzkur rabbaka katsiiran wa sabbih
bil’asyiyyi wal-atskari (al-‘imran -41)
Artinya : dan dzikirkanlah tuhanmu
sebanyak-banyaknya dan tasbihkanlah pada waktu petang dan pagi.
Dan lagi firmannya : Wadzkurisma rabbika watabattal ilaihi
tabtiila (al_muzamil -8)
Artinya dan sebut-sebutlah asma tuhanmu (Allah) dan berbaktilah kepadanya
dengan.
Dan lagi firmannya : fa-idz qadhaitumu sh-shalata fadzkurullaha
qiyamaan waqu’uudan wa’alaa junuubikum (annisa-103)
Artinya : maka apabila kamu telah
selesai mengerjakan sembahyang. Hendaklah kamu ingat akan Allah sewaktu berdiri dan duduk dan berbaring.
Bigulah
banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan betapa kita diwajibkan
mengingati Allah dengan menyebut-menyebut nama Allah serta dengan berkekalan
dalam keadaan dan kedudukan yang bagaimana pun. Sebagaimana telah diterangkan
pada bab-bab yang terdahulunya atas kewajiban berdzikir (mengingati dan menyebut-nyebut nama Allah) tiada suatu ‘udzur (halangan) yang dapat dibenarkan,
kecuali hilang ‘aqal atau gila. demikian pentingnya menjalankan dzikrullah!
Rasulullah saw, bersabda : inna fii jasadi mudhghatan, idza
shalihat shalhul jasadu kulluhu, wa idza fasadat fasadal jasadu kulluhu, alaa
wa hiyal qalbu.
Artinya : bahwa sesungguhnya di dalam
tubuh / jasad manusia itu ada segumpal daging- apabila itu baik niscaya baiklah
seluruh jasad itu, dan apabila segumpal daging itu rusak niscaya rusaklah jasad
itu seluruhnya, ketahuilah : itulah (hati).
Dan lagi sabdanya : Inna llaha laa yanzhuru ilaa shuwarikum walaa ilaa a’malikum walakinna
llaha yanzhuru ilaa quluubikum.
Artinya : bahwasanya Allah itu tidak
memandang akan rupa kamu dan juga tidak pada ‘amal-‘amal kamu, melainkan Allah
itu memandang kepada segala (hati)
kamu sekalian.
Jelasnya
adalah bahwasanya dibawah susu kiri kita terdapat segumpal / sekepalan daging
yang di sebut jantung dan dapat dilihat dengan mata kepala apabila dada kita
dibagian situ dibedah, itulah yang di dalam ilmu thareqat disebut (hati) yang zhahir, daerah
perhubungannya sukma (hati) yang
disebut (lathifatul qabu).
Hati zhahir atau jantung itu didalamnya
terdiri dari (dua) ruangan atau
bilik, yaitu :
1.
bilik yang
sebelah kanan didalam jantung itu adalah tempat iman,tauhid, ma’rifat, islam, ‘aqal, malaikat,
2.
bilik yang
sebelah kiri berisi darah hitam, ialah tempat kendaraan syaithan, iblis, dunia, hawa nafsu,
kedua lubuk itu atau sama berlawanan / bertentangan,
maka dalam diri kita bersarang pengaruh syaithan iblis yang selalu mengajak
manusia kepada syirik dan segala macam ma’shiat. Justru itu maka kita
diperingatkan oleh allah ta’ala dengan firmannya :
alam
‘ahad ilaikum yaabanii adama an lata’buduusy-syaithana, innahu lakum ‘aduw-wummubiina
(yaa siin-60)
tiadakah bukankah telah kami janjikan
kepada kamu sekalian, wahai anak2 adam. Bahwa janganlah kalian sembah syaithan,
karena dia itu musuh yang nyata bagimu.
Telah berkata rasulullah saw, ‘adaa ‘aduwwika fii nafsika baina
janbaika,.
Artinya : yang paling sesat menjadi
musuhmu itu berada di dalam diri engkau di antara (dua sisi engkau) atau antara (dua lambung engkau di dalam
dua lubuk hatimu) .
Dan lagi sabdanya : innasy-syaithana yajrii minibni adama
majraddami,
Artinya : bahwa
sesungguhnya syaithan itu berjalan pada diri manusia di tempat jalannya darah
(pembuluh darah).
Itulah syaithan / iblis
di dalam diri kita menyebar keseluruh tubuh kita hendak menguasai jiwa raga
manusia untuk dibawa kepada berbuat segala macam kejahatan dan kekejian, maka
dinamakan dia (hawa nafsu), selama
ada darah mengalir di tubuh kita selama itu tetap ada (hawa nafsu), maka bukannya (hawa
nafsu) itu dapat dimusnahkan melainkan mesti jangan di ikuti bahkan mesti
dilumpuhkn ditundukkan pada (iman, tauhid, ma’rifat, islam), berarti timbul selalu di dalam diri
kita adu kekuatan antara (iman) dibilik lubuk (hati) yang satu berlawanan dengan (hawa nafsu syaithanniah) yang maqamnya di dalam bilik lubuk (hati) yang sebelahnya.
Firman Allah ta’ala : Wa amma man khafa maqama rabbihi
wanahan-nafsa ‘anil hawaa, fainnal jannata hial ma’wa (anna zi’at-40-41).
Artinya : dan adapun
orang yang takut akan kebenaran tuhannya dan manakala dirinya dari aliran (hawa nafsunya) maka sesungguhnya
syurgalah tempat kediaman baginya.
Rasulullah saw, telah
bersabda : Laa yukminu ahadukum hattaa yakuunu hawahu
tab’an lima
ji’atu bihi.
Artinya : tiadalah
sempurna iman seseorang dari kalian sampai adalah (hawa nafsunya) menjadi mengikuti atas ajaran-ajaran yang telah
daku sampaikan,
Firman Allah ta’ala :Innannafsa la-amaratu bisy-syu-i illaa
marahima rabbii (yusuf-53).
Artinya
: sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh untuk kejahatan, kecuali
siapa-siapa yang dikasihi (dilindungi
tuhannya).
Maka
daya pancaran kejahatan itu yang beredar ddengan gerakan (hawa nafsu) meliputi seluruh aliran aran (darah) itu berpusat dalam gelapnya (hati), yang manakala (hati)
itu (lathiifatul qalbu) tidak dipalu
dengan (dzikrullah) yaitu yang
memancarkan nuur ketuhanan yang terang benderang, maka jiwa seeorang itu akan
diliputioleh kegelapan asap dan kebutnya
api neraka, maka itu menyelamatkan diri daripada kegelapan tersebut mestilah
kita berpegang pada petunjuk dari rasulullah saw, dengan sabdanya :
Inna likulli syai-in shiqalatan, wa
inna shiqalatal qalbi dzikrullahi.
Artinya
: sesungguhnya untuk segala sesuatu itu ada sunar cahya yang menerangi, dan
bahwasanya sinar cahya yang menerangi (hati) itu adalah (dzikrullah).
Maka
justru itu pada pan ilmu thareqat sangat dipentingan bermaca-macam kifayah
(dzikrullah biqalbu0, ada kalanya dengan membanyakkan zikir kalimat nafi isbat
/ kalimat tauhid / kalimatul husna / kalimatul tahliil : (laa
ilaha illallah) dan
ada kalanya dengan dzikir kalimatul ‘ulya / isimudz-dzat / lafazh aljalalah (allah,
allah, allah) pun biqalbi, yang mulai bab berikut
ini kita mulai secara bertahap.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar