Maka orang-orang
yang menggunakan ‘aqal, mereka masih merasa adanya dirinya dan dekatnya kepada
tuhannya (yakni Allah selalu meliputi mereka dan mengurung mereka), sedangkan
orang=orang yang menggunakan nurul ilmi merasa dirinya tidak ada jika dinding
yang dengan adanya Allah.
Dan ahli
haqeqat hanya melihat kepada Allah dan tidak melihat apa pun disampingnya,
bukannya mereka tidak melihat adanya ‘alam sekitarnya tetapi karena ‘alam
sekitarnya itu tidak berdiri sendiri tetapi selalu berhajat kepada Allah, maka
adanya ‘alam ini tidak manarik perhatian mereka, karena itu mereka menganggap
bagian tak ada.
Kanallahu walaa syai-a ma’ahu wahuwal-ana
‘alaa ma’alaihi kana.
Artinya :
adalah Allah dan tiada sesuatupun disampingnya dan dzatnya kini tetap sebagaimana
adanya demikian contoh maqam fana : tiada melihat sesuatu kecuali Allah jua,
itulah pandangan orang ahli mhaqeqat yang mendapat (tajalli), tidak melihat adanya sesuatu yang apat disebut disamping
Allah.
Justru itu
puncak daripada perjalanan thareqat adalah (tajalli)
yaitu dekat : sampai pada maqam pana-u atau disebut juga maqam (baqa-ubillah),
maka perhatikanlah fatwa ini :
latarahal min kunin fatakuuna
kahimaraarahaa yasiiru walmakanaulladzii artahala ilaihi wahuwalladziir tahala
minhu walakina irhal minal-akwani ilaalkawwini wainna ilaa
rabbikalmuntahaa.
Artinya
janganlah berpindah dari satu ‘alam ke’alam yang lain berarti sama dengan
keledai yang berputar-putar sekitar penggilingan ia berjalan menuju ketempat
tujuan, tiba-tiba itulah tempat yang ia mula-mula berjalan padanya, tetapi hendaklah
engkau berangkat pergi dari semua ‘alam menuju kepada pencipta ‘alam2 semua
ini, sesungguhnya hanya kepada tuhanmulah puncak segala tujuan.
Maksudnya :
janganlah berpindah dari …..yang terang ke’alam …..yang samar. ‘amal kebaikan
yang masih dinodai oleh ria, sam’ah (
mengharap pujian mekhluq) tidak dianggap oleh syare’at, tidak diterima oleh
Allah,…dan apabila telah bersih dari semua itu, lalu ada terdorong oleh karena
menginginkan kedudukan atau kekayaan atau kekeramatan dunia atau akhirat, itu masih
termasuk ‘alam hawa nafsu dan belum mencapai tujuan (ikhlash) yang berarti mestinya bersih dari segala tujuan yang
selain melulu hanya kepada Allah.
Oelh karena
itu dikatakan : selama masih berpindah-pindah dari ‘alam ke‘alam tidak berbeda
dengan keledai yang berjalan berputar-putar, sekitar penggilingan, dari situ
juga dia, bolak-balik ketitik permulaan dia berangkat tadi mestinya : sekali
berangkat langsung menuju pencipta ‘alam, walau mesti melewati titan-titian dan
tanjakkan-tanjakkan, firman Allah ta’ala :
wa anna illaa rabbikalmuntahaa (an-ajmu
42).
Artinya sesungguhnya kepaa tuhanmulah puncak
dari segala tujuan.
Bahwasanya
barangsiapa yang telah mendapatkan Allah berarti : telah mencapai segala
sesuatu baik urusan dunia maupun urusan akhirat,
Maka berkata
syaikhu abu yaziid al-bishthami : jikalau Allah menawarkan kepadamu akan
diberinya kekayaan dari (‘Arsy)
sampai ke (Bumi) maka katakanlah ;
bukan itu ya Allah, tetapi hanya engkau ya Allah tujuanku.
Jalan menuju (tajalli) ditunjukkan oleh ahli haqeqat
dengan katanya :
alhaqqu laisa bimahjuubin wainnamal
mahjuubu anta ‘aninnazhiri ilaihi, idz lau hajabahu syai-un lasatarahu mahajabahu
walaukana lahu satirun lakana liwujudihi hashirun wakullu hashirin lisyai-in
fahuwa lahu qahirunn, wahuwalqahiru fauqa ‘ibadihi.
Artinya :
alhaq yaitu Allah ta’ala tiada terhijab oleh sesuatu apapun sebab tiak mungkin
adanya sesuatu yang dapat menghijab Allah ta’ala, sebaliknya manusialah yang
terhijab sehingga tidak dapat melihat wujudullah, sebab sekiranya ada sesuatu
yang menghijab Allah berarti wujudullah dapat terkurung (dan itu mustahil) sebab sesuatu yang mengurung itu dapat menguasai
yang dikurung, padahal Allah yang maha berkuasa atas semua makhluq,
Bagaimana
manusia yang terhijab sehingga dia tidak dapat melihat akan wujudullah? Untuk
dapat mengerti jawabannya, maka ketahuilah, bahwa shifat-shifat manusia yang
berhubungan dengan faham agama terbagi dua :
1.
lahir yaitu yang dilakukan dengan anggota jasmani
2.
bathin yaitu yang
berlaku dalam hati ruhani, sedangkan yang berhubungan dengan anggota lahir juga
terbagi lagi dua
1.
yang sesuai dengan perintah bernama tha’at
2.
yang menyalahi perintah
bernama ma’shiat, demikian pula yang berhubungan dengan hati terbagi dua :
1.
yang sesuai dengan haqeqat kebenaran itu bernama iman dan
ilmu
2.
yang berlawanan dengan
haqeqat kebenaran bernama nafaq dan kejahilan.
Shifat-shifat rendah yang buruk
seperti : hasud-iri hati-dengki-sombong-mengadu domba-merampok-dan gila
pangkat-gila dunia-thama’-rakus dan sebagainya menumbuhkan cabang-cabangnya
berupa permusuhan-kebencian-merendah terhadap orang kaya-menghina orang
miskin-bermuka2muka-sempit dada-hilang kepercayaan terhadap kepercayaan
Allah-kejam-tidak kenal malu dan lain2 sebagainya……
Apabila
seseorang telah dapat mengusir dan membersihkan diri dari shifat-shifat yang
rendah itu yang bertentangan dengan kehambaan itu maka pasti dia akan sanggup
menerima dan menyambut tuntunan tuhan baik yang langsung dalam ayat-ayat
al-quran atau berupa tuntunan dan contoh yang diberikan oleh rasulullah saw,
dan dengan demikian arti dia telah mendekat kehadhirat tuhan.
Adapun shifat
‘ubudiyah atau yang disebut shifat kehambaan itu ialah patuh tha’at terhadap
semua perntah dan larangan, mengerjakan perntah dan meninggalkan larangan tanpa
membantah dan tanpa merasa keberatan. Justru itu perhatikanlah kata-kata ahli
ma’rifat :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar