Maka dapat dipahami kesempurnaan agama adalah atas tiga kesimpulan :
yakni : Iman –Islam –Ihsan.
Tentang Iman :
Kita pelajari ilmu ushuludiin atau ilmu kalam, yakni ilmu pokok
kepercayaan dalam Agama, setelah ilmu ushuludiin berkembang menjadilah suatu
cabang ilmu yang dinamakan ilmu Kalam, didalam ilmu kalam ini dibahas mengenai
shifat-shifat Tuhan, dibicarakannya dengan alasan-alasan secara ‘aqal sehat
yang berpancar dari otaq. Maka Imam “ Asy’ari “ seorang ulama besar mengambil
kesimpulan dalam “ shifat duapuluh “, sebelum itu beliau pada mulanya berpaham
“ Mu’tazilah “, dan setelah beliau meninggalkan paham “ Mu’tazilah “ maka
beliau menyusun pula “ ‘Aqoid ketuhanan ” menentang paham Mu’tazilah tersebut,
sehingga kemudian pahamnya Imam Asy’ari ini menjadi maqom ahli sunah waljama’ah
, pelajaran shifat duapuluh itulah yang selama ini merupakan pula pelajaran
ketuhanan kita dan menjadi ‘Aqidah /
kepercayaan beragama, yang secara beraqidah atau dalam cara kita berupaya
mengenal Tuhan dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran semata-mata, tetapi ilmu
untuk mencapai Haqeqat ketuhanan ialah ilmu yang terpancar dalam Hati, tegasnya
: ilmu adalah “ Pelita “ diatas otaq dan “ Agama “ adalah Pelita didalam Hati.
Tentang Islam :
Kita pelajari ilmu fiqiih sebagai ilmu ketho’atan, ialah suatu
cabang ‘ilmu untuk memfahamkan syare’at atau peratura-peraturan berupa perintah
atau larangan atas dasar Al Qur’an dan sunah Rasul yang merupakan sumber-sumber
hukum dalam Islam, didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan hukum ‘Ibadat, hukum
Mu’amalah (Perdata), hukum Janayat (Pidana), hukum Rumahtangga (Nikah – Tholaq
– Ruju’), hukum Faraid, hukum wajib – Haram – Makruh – Sunah – Mubah – dan
lain-lain yang semuanya itu merupakan ‘Amalan zhohir, maka ‘Ilmu fiqih
digolongkan sebagai ‘Ilmu Zhohir.
Tentang
ihsan :
Yaitu kunci daripada semuanya kita pelajari ‘Ilmu tashauf sebagai ‘Ilmu
Bathin, maka golongan tashauf dengan ‘ilmu ……. .bermusyahadah atau
menyaksikan tuhan, tidak dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran tetapi dengan
jalan merasakan atau menyaksikan mata dan sir rahasia hati, bagi mereka
pengetahuan tentang tuhan dan ‘Alam wujud ini adalah suatu pengetahuan atau
Ilham yang dilimpah karuniakan oleh Allah ‘Aza wajala kedalam jiwa kita sebagai
rahmat Allah ta’ala dikala dan manakala manusia terlepas dari godaan hawa nafsu
dan memusatkan ingatan semata-mata kepada “ Dzat “ – terangkanlah tabir rahasia
dengan karunia rahmat Allah – Dzat yang wajib wujud – terangkan;ah tabir
rahasia malakut dan tetkala itu jelaslah Haqeqat ketuhanan yang selama ini terrahasia dengan idzin Allah , tetkala itu
‘Aqal pikliran tiada berjalan lagi melainkan tiba-tiba derajat yang paling
tinggi : jauh di atas ukuran kata-kata.
Maka batas pengertian ‘ilmu filsafat ( ‘ilmu kalam ) dengan ‘ilmu
tashauf kiranya dapat dipahamkan dari suatu kisah pertemuan antara Abu ‘Ali
Ibnu Sina, seorang tokoh filsafat ( ‘ilmu kalam ) disatu pihak, dengan Abu
Sa’id seorang tokoh ‘ilmu tashaauf dilain pihak, lalu setelah mereka satu
dengan lain sudah berpisah, adalah orang yang bertanya kepada Ibnu Sinaa :
bagaimana kesan tuan tentang Abu Sa’id ?
jawabnya : saya ketahui apa yang Abu Sa’id saksikan / rasakan. – setelah itu
pergi bertanya pula orang itu kepada Abu Sa’id : bagaimana kesan tuan tentang
ibnu Sinaa ? jawabnya : saya merasakan apa yang ibnu Sina ketahui.
Berlainan sekali dengan mereka dari kalangan
ahli-ahli ‘ilmu kalam dan filsafat juga ahli-ahli ‘ilmu fiqih yang acapkali
berbantahan berselisih antara mereka, maka rata-rata qaum shufi itu bersikap
damai dan tidak ada pertengkaran memperebutkan faham pengertian di kalangannya,
karena qaum shufi itu lebih menyibukkan dirinya dengan dzikirullah / mengingat
Allah, terpaut hatinya hanya kepada Allah, begitulah jaminan Allah memberi
ketentraman hati bagi orang-orang yang selalu mengingat Allah sebagaimana
firmannya :
Alladziina amanuu watathma’inna
quluubuhum bidzikrillai, alabidzikrillahi tathma’inul qoluub, alladziina amanuu
wa’amilushsholihati thuubaa lahu wahusnulma’aab ( arra’du – 28 – 29 ).
Artinya : yaitu orang-orang yang beriman menjadi tentramlah hati-hati
mereka dengan mengingat Allah, camkanlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah
hati menjadi tentram, orang-orang yang beriman dan beramal shalih (banyak beramal
yang sunat) bagi mereka itu kebahagiaan dan tempat kembali yang
baik.
Dengan berkata ketentraman hati itulah golongan shufi tidak kecil hati
tidak penakut, tetap pendirian tiada ragu-ragu dan tiada pula duka cita
berkesusahan, hidupnya sederhana – tidak mengejar-ngejar kebutuhan, tidak
berlebih-lebihan, mereka selalu bersyukur kepada Allah, senang dalam hidup apa
adanya, shabar kuat menahan kesakitan dalam menjalankan perintah –perintah
Agama dan dalam hal menerima berbagai cobaan dan ujian dari Allah ta’ala
mengutamakan keikhlashan ber’amal dan ber’ibadat kepada Allah karena bukan
karena mengharap imbalan pahala / syorga meskipun dikalangan qaum shufi ini dapat
bermacam-macam thoreqat (sistem) dzikrullah dan kifayah-kifayah ‘amal tidaklah
terdapat pertikaian menyolok antara thoreqat yang satu dengan yang lainnya,
oleh karena mereka sama (satu) dalam upaya mensuci bersihkan hati, hingga
mereka yang bermacam-macam thoreqat itu sama-sama hatinya selalu tentram tidak
ada rasa dimusuhi atau memusuhi dan yang ada hanyalah kesatuan satunya tujuan
mereka yakni : dengan thoreqat masing-masingnya hendak mencapai Haqeqat
ketuhanan.
Maka sungguh tiadalah wajar kalau golongan shufiyah / thoreqat ini sampai
dicurigai : orang-orang yang membahayakan keamanan atau yang mematikan semangat
kerja atau dihembus-hembuskan sebagai golongan sesat atau apakah lagi
sebutan-sebutan yang buruk.
Syekh junaid .k.s tokoh ‘ilmu tashauf
berkata : bahwa semua thoreqat / tashauf itu akan tidak berhasil jika
tidak menuruti sepanjang ajaran Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai sumber
thoreqat.
Pada waktu menerangkan tujuan shufi maka syekh junaid al-baghdadi berkata
: kami tidak mengambil tashauf / thoreqat ini dari pikiran atau pendapat orang,
tetapi kami ambil dari menahan lapar dan meninggalkan terpautnya kecintaan
kepada dunia, meninggalkan kebiasaan kami sehari-hari untuk mengikuti segala
yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang,
penjelasan arti tashauf oleh para ahlinya dalam arti pada bahasa (Lughoh)
dan pada arti ta’rif (Difinisi). Arti pada bahasa Shufa – Shofwan – Shufwu
- yang artinya : bersih dan jernih dan keikhlashan berkasih sayang, maka arti
tashauf menurut kata bahasa adalah Membersihkan Menjertihkan Hati dari segala
budi pekerti dan shifat-shifat yang kotor menggemarkan Akhlash ber’amal dan
perangai kasih sayang .
maka albasyir salaseorang ali shufi memberi arti :
Ashshufi man shafa qolbuhu.
Artinya :
orang shufi itu orang yang bersih suci hatinya.
Dan arti thashauf / thoreqat pada ta’rif adalah :
Dawamul’ubudiyyati zhohiron wabathinan ma’a dawami hudhurilqolbi
ma’allahi.
Artinya : berkekalan memperhambakan diri zhohir bathin kepada Allah serta
berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati (Ingat)
beserta Allah.
Abu Muhammad Jurairi berkata : tashauf adalah masuk kedalam budi dengan
menuruti contoh yang ditinggalkan oleh Nabi SAW, dan dengan meninggalkan budi
yang rendah.
Syekh Jakariya Al-anshorri berkata : tashauf adalah ‘ilmu yang
menerangkan ha-hal tentang cara-cara mensucibersihkan jiwa, tentang cara
memperbaikkan Akhlaq dan tentang cara pembinaan kesejahtraan zhohir batin untuk
mencapai kebahagiaan yang abadi.
Ada juga
yang berkata : tashauf / thoreqat ialah membersihkan jiwa dari pengaruh benda
atau ‘ilmu supaya mudah menuju pada Allah ‘aza wajala,
Dan masih ada beberapa pendapat lagi yang maksudnya serupa atas dasar
tujuan itulah lahirlah suatu tatacara dalam bentuk pendidikan budi pekerti yang
tersusun atas dasar pendidikan tiga tingkat.
Pertama :
Takholli yakni membersihkan diri zhohir batin dari
shifat-shifat yang tercela dan menjauhi ma’shiat zhohir batin,
Kedua :
Tahalli yakni mengisi dan mehiasi diri zhohir
bathin dengan shifat-shifat yang terpuji dan dengan tho’at dan taqwa zhohir dan
bathin,
Ketiga :
Tajalli yakni tiada berputus meresakan akan rasa
ketuhanan yang sampai mencapai haqeqat kenyataan Allah wahdah, tiada pandang
hanya tunggal pandangnya kepada Allah dzat alwajibul wujud, tiada ingat akan
segala sesuatu melainkan hanya ingat kepada Allah jua, tiada dirasakan
sesuatunya hanya rasa akan Esanya Allah ta’ala jua.
Dalam hubungan inilah maka ‘ Dzunnuuni q.s .
seorang ahli tashauf yang terkemuka, ketika ditanyakan kepadanya : dengan jalan
apakah tuan mengenal Tuhan ? maka dijawab oleh beliau dengan suatu hadits :
‘Aroftu robbii birobbii.
Artinya :
Aku mengenal tuhanku dengan tuhanku, kalaulah bukan dengan tuhanku
tidaklah aku akan mengenal tuhanku, dan pada lain kesempatan belaiau berkata :
Man lam yadzuq lam ya’rif.
Artinya : barangsiapa yang belum pernah merasainya
tentu belumlah dia mengenalnya.
Kiranya dapat disimpulkan bahwa ‘ilmu untuk
mencapai haqeqat ketuhanan bukanlah dengan jalan ‘ilmu yang dipikirkan oleh
otaq semata-mata melainkan adalah ‘ilmu yang terpancar dalam lubuk hati.
Perhatikan oleh kita , bahwa :
1.
seseorang mungkin belajar rukun iman dengan ushuludiin
atau ‘ilmu kalam sehingga dia tahu dan percaya bahwa Allah itu ada ( Wujud )
akan tetapi mengetahui saja Shifat Wujud wajib bagi Allah tiada cukup untuk
menerbitkan rasa takut kepada Allah, apabila dia belum dapat membuktikan
keimanannya itu dengan mengetahui kewajiban apakah yang dia mesti perbuat
selaku hamba Allah.
2.
‘Ilmu yang mempelajrkan kewajiban-kewajiban dalam
membuktikan keimanan kepada Allah itu ialah : ‘Ilmu fiqih yang membentangkan
hukum –hukum dalam Islam, utamanya rukun islam, tetapi mengetahui saja
kewajiban dan hukum tidaklah cukup untuk dapat menerbitkan rasa takut / taqwa
kepada Allah dan patuh mengerjakan segala suruhan serta meninggalkan segala
larangan bila tidak adanya pengawasan atas jiwa.
3.
‘Ilmu yang mempelajarkan pengawasan atas jiwa itu ialah
tashauf / thoreqat, rasa takut kepada Allah terbit dari hati yang bersih dari kotoran-kotoran
hawa nafsu, karena tashauf bekerja mengawasi jiwa dan membersihkannya dari
kotoran-kotoran hawa nafsu sehingga rasa taqwa terbitlah dari hati yang suci
dan selalu merasa dekat kepada Allah, karenanya terbitlah cinta kepada Allah,
lalu dawam / berkekalan mengingat Allah yang dicintainya, seolah-olah manunggal
hamba dengan tuhannya, berarti : ushuludin – fiqih – dan tashauf adalah
kesatuan ‘ilmu bagi mencapai kesempurnaan yang dikehendaki oleh Agama yaitu :
Iman, Islam, Ihsan, dan sepertinya Iman dan Islam, itu dengan ‘amal Ihsan.
Berarti : huikum ditentukan dengan fiqih dan
pengawasan atas jiwa dengan tashauf, perpaduan fiqih dan tashauf adalah
perangkat terpadunya “ otaq dan hati “ yang merupakan derajat dalam islam.
Maka ‘ilmu itu selalu bertumbuh, berkembang dan
bercabang-cabang seiring kemajuan zaman, dimana ‘ilmu pengetahuan dari abad
keabad berkembang semakin banyak cabang-cabangnya. Hanyalah mereka yang membeku
otaqnya masih tidak dapat mengerti tentang timbulnya cabang-cabang ‘ilmu itu,
sebab dewasa ini masih acapkali terdengar suara sumbang mengejek : bagaimana
mesti ada itu tashauf ? bagaimana itu mesti ada thoreqat ? bukanlah cukup
Qur’an dan Hadits saja ? bahkan ada yang lebih sengit lagi katanya : apa yang selain Qur’an dan Hadits itulah
bid’ah, khurfata dan sesat. Pendapat demikian adalah pendapat mereka-mereka
yang mempersempit keluasan ‘ilmu yang terkandung dalam Qur’an dan Hadits
sebagai sumber dari segala cabang-cabang ‘ilmu dan ‘ilmu-‘ilmu cabang. Mereka
itu tidak mengerti, bahwa bahkan bukan saja ‘ilmu fiqih – ‘ilmu ushuludin –
‘ilmu tafsir – dan ‘ilmu tashauf / thoreqat itu dilahirkan dari Qur’an dan
Hadits, bahkan segala ‘ilmu seperti : ‘ilmu pasti – ‘ilmu mekanik dan lain-lain
‘ilmupun terlahir dari Qur’an dan Hadits, misalnya saja : ilmu alam sebagai
pokok ilmu bercabanglah ilmu kimia – ilmu pertanian – ilmu pertambangan dan
banyak lagi, kalau di ibaratkan ada peraturan ilmu alam, bahwa manakala “ Shoda
Kustik “ dilarutkan dengan minyak kelapa maka jadilah dia sabun, itulah ilmu
yang melaksanakan peraturan ilmu alam adalah ilmu kimia sebagai suatu cabang
dari ilmu alam dan dia tidak keluar dari pokok / induknya.
Begitulah gambaran untuk menjelaskan ‘ilmu tashauf
atau threqat sebagai ilmu pelaksanaan dari ajaran Qur’an dan hadits itu adalah
pokok / sumber ‘ilmu agama islam dan
qaum muslimin dalam menghadapi arus kemajuan yang pesat itu semakin dihadapkan
pada persolah–persoalan baru dan tiap persoalan baru selalu dapat dipecahkan
dengan cabang-cabang dan ranting-ranting ‘ilmu yang dapat dipetik dari
penafsiran ayat-ayat Qur’an yang luas.
Bukankah jangan dilupakan penegasan Allah subhanahu
wata’ala didalam firmannya :
Qul laukanalbahru midadan
likalimaati robbii lanafidalbahru qobla antanfada kalimatu robbii walauji’na
bimitslihi madadan ( Kahfi – 109 ).
Artinya : katakanlah ! jikalau sekiranya seluruh
lautan menjadi tinta untuk dipakai menuliskan kalimah-kalimah ( ‘Ilmu2 )
tuhanku sesungguhnya habislah lautan tinta itu sebelum selesai habislah ditulis
kalimah-kalimah tuhanku, meskipun Allah datangkan tambahan lautan tinta
sebanyak itu lagi.
Maka
janganlah orang yang mengaku dirinya islam terlalu lantang mengatakan : ini
tidak ada di Qur’an , itu tidak terdapat di Qur’an , kasihan mereka yang tidak
percaya akan Luasnya Qur’an, karena tidak tahu sudah banyak bicara, orang-orang
beginilah yang akan bingung manakala dikatakan : jangankan ‘ilmu thoreqat,
bahkan ‘ilmu membuat sambalpun ada induknya didalam Qur’an.
Firman Allah ta’ala :
Alam taro annallaha anzala minasysyamaai maa an
faahrojna bihi tsamarotin mukhtalifan alwanuha waminaljibali judadubidhun
wahumrun mukhtalipun alwanuha wafarobiibu sudun , waminannasi waddawabi
walan’am mukhtalifun alwanuhu kadzalika , innamaa ykhysllaha min’ibadihl
‘ulamauu innallaha ‘aziizun ghofuur. ( alfathor – 27-28 )
Artinya :
tidakkah kalian memperhatikan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit
lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah buahan yang beraneka macam jenisnya –
dan diantara gunung –gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka
macam warnanya – dan adapula yang hitam pekat, dan demikian pula diantara
manusia, binatang –binatang lepas dan binatang ternak adalah bermacam-macam
jenis dan warnanya, sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara
hamba-hambanya hanyalah ‘Ulama (Ahli
‘Ilmu) sesungguhnya Allah maha kuasa lagi maha pengampun.
Lihatlah betapa didalam ayat tersebut terpendam
‘ilmu Cuaca–‘ilmu pengairan – Pertanian –(bertani) –‘ilmu Pegunungan / Kehutanan – ilmu Cahya dan Angkasa – ‘ilmu
Hayati – ‘ilmu Hewan – ‘ilmu Peternakan
dan lain-lain yang terus berkembang,
Dan adapun ‘Ulama yang dimaksud dalam ayat tersebut
….. hanya yang takut ….. kepada Allah diantara mereka (Hamba-hambanya) hanyalah
‘Ulama, kiranya itulah ulama-ulama ahli muqorrob (berhampiri
diri) kepada Allah, karena mereka melihat segala sesuatu itu berkata :
Maroaitu syaian illa roaitu fiihi
robban. = Artinya : daku tidak melihat pada sesuatu melainkan daku melihat
tihan pada sesuatu itu,
Para muqarrobiin itu menempuh jalan thoreqat dengan
menjalankan latihan-latihan jiwa / riadhoh , membersihkan jiwanya dari
shifat-shifat yang tercela (Madzmumah) dan
mengisi jiwanya dengan se
benar-enarnya.
Nahnu Aqrabu ilaihi min hablilwarid
( Q–16) ,=Artinya : kami (Allah) lebih dekat kepadanya terbanding urat
lehernya.
Salasatu
dasar perhatian mereka ialah firman Allah ta’ala dalam hadits qudsi :
kunta khoziinatan, khofiyatan, ahbabtu anu’rofa
fakholaqtul kholqo fata’aroftu ilaihim fa’arofuunii.=Artinya : adalah kami
satu perbendaharaan yang tersembunyi, kami kehendaki supaya kami dikenal, maka
aku jadikan makhluq maka dengan pengenalanku kepada para makhluq itu lalu
mereka mengenal kami.
Para ahli shufiyah
memperhatikan bahwa kehidupan dan alam penuhlah dengan Rahasia-rahasia yang
tersembunyi yang tertutup oleh hijab atau dinding aling-aling yang diantara
dinding aling-aling itu ialah Hawa Nafsu kita sendiri, tetapi rahasia itu
mungkin terbuka dan hijab mungkin tersingkap sehingga kita dapat melihat dan
merasai atau berhubungan langsung dengan yang Maha Rahasia asal
kita sudi menempuh jalannya
dan jalan itulah yang dinamakan thoreqat, oleh karena itu maka thoreqat
termasuk ‘Ilmu Mukasyafah, yang memancarkan nur cahaya kedalam hati
murid-muridnya sehingga dengan nur itulah terbuka baginya segala sesuatu yang
ghoib daripada ucapan0ucapan Nabinya SAW, (Hadits) langsung) dan
rahasia-rahasianya tuhannya, ‘ilmu
Mukasyafah tidak dapat dipelajari tetapi diperoleh dengan “ Riyadhoh dan
Mujahadah “ sebagai kunci pembuka bagasi petunjuk Hidayatullah, sesuai dengan
firman Allah ta’ala :
Walladziina jahaduu fiiha lanuhdiyannahum
subulana, wainnallah lama’almukhsiniin
(al’ankabut–69),=
Artinya : dan mereka yang berjihad (bersungguh-sungguh berjuang) untuk
Allah, sungguh akan Allah tunjukkan kepada mereka jalan-jalan (thoreqat) kami, dan sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang yang memperbuat kebajikan . Tamat
Wallahu’alam bish-shawab
Artinya : adalah kami satu perbendaharaan yang
tersembunyi, kami kehendaki supaya kami dikenal, maka aku jadikan makhluq maka
dengan pengenalanku kepada para makhluq itu lalu mereka mengenal kami.
tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar