Bahwasanya tujuan kita adalah
Fana untuk mencapai Ma’rifat adapun pengertian Fana menurut pandangan kejiwaan
adalah, ( mentiadakan diri
supayaada ). Dan secra tashauf adalah, leburnya perabaan pada kebaqoan Allah
disana perasaan keinsanan lenyap karena telah diliputi diri dengan Alkhaqu
ta’ala, maka ketika itu antara diri dengan Allah menjadi manunggal dudalam
baqonya tampa ( Hulul ) / berpadu dan tampa ( Istihad ) / bersatu, yaitu dekat,
berpisah tiada dua, namun didalam pengertian sebagai mana yang dikatakan oleh
syekh ‘abdul karimaljaelani katanya.
Innal ‘abda ‘abdu wainnarrobba robbun layashiru ‘abdu robbaan warobbun
‘abdan.
Artinya : bahwa sesungguhnya
Hamba adalah Hamba. Tuhan adalah.Tuhan, tiada mungkin Hamba menjadi Tuhan dan
juga tidak mungkin Tuhan menjadi Hamba.
Selanjutnya beliau berkata :
Wa’alamatu hadzalkasni an yafna awalan sirri rububiyyati tsumma yafna
an ma’allaqoti shifatihi bimutahaqiqi dzatihi.
Arinya : adapun cirinya (
Kasfa ) itu ialah : yaitu pfananya seseorang dari pancaran tuhan segala
yang mengikuti shifatnya karena tahqiqinya dzatullah. dalam pada itu berkata
pula saidina ‘ali ibnu tholib karomallahu wajhah .
Wafii fanaii fana fanaii, wafii fanaii wajadti anta.
Artinya : dan didalam
kefanaanku barulah kefaanku .tetapi didalam kefanaanku ( Itulah Aku)
mendapatkan engkau alkhaq ta’ala.
Perihal tashauf menerangkan. bahwa pintu fanau itu iyalah :
Dawamu dzikri.
Artinya : berkekalan berdzikir mengingat Allah
Dawamun niyani
Artinya
: berkekalan melupakan selain Allah
Adapun
mengenai Ma’rifat, maka telah berkata abi qohar :
Alma’rifatu ‘ala lisanil
‘ulamai hiyal ‘ilmu fakulla ‘ilmun
ma’rifatun wakullun ma’rifatin’ilmun. Wakullun ‘alimin billahi ‘arifun wakulla
‘arifi ‘alimun.
Artinya : ma’rifat menurut pendapat ‘ulama (
bukan ahli tashauf ) ialah pengetahuan, maka tiap-tiap ‘ilmu itu ma’rifat dan
tiap-tiap ma’rifat itu adalah ‘ilmu dan tiap-tiap orang ‘alim dengan Allah adalah orang ‘arif dan tiap-tiap orang ‘arif
adalah ‘alim (orang yang berilmu)
Selanjutnya
beliau memberikan perincian tentang pengertian Ma;rifat katanya
Faman ‘arofallahu bihi fahuwa ‘arifun ‘alal haqiqoti man ‘arofahu
biddalilii fahuwa mutakalimun waman ‘arofahu bitaqliyaai huwa ‘amiyun.
Artinya : barang siapa
mengenal allah dengan jalan pertolongan allah, orang itu ‘arif akan allah
secara haqiqi ( ahli tashauf ) dan barang siapa orang ‘arif dengan secara dalil
saja. maka orang itu tergolong pada ahli ( mutakalim ) ahli ushuludin. dan
barang siapa yang akan Allah dengan secara taqlid ( mengikuti / menuruti
perkataan orang lain tampa
mencari dalil ) maka orang itu bodoh.
Selanjutnya seorang masuk tashauf
dari abad ketiga hijriyah yakni : dunun mikriyah. Mengatakan pandangannya tentang
tiga macam tingkat pengetahuan tentang tuhan yaitu :
Pengetahuan umum :
Tuhan itu satu ( ahad ) dengan
perantaraan ucapan ( kalimat
syahadat.)
Tuhan itu satu menurut jalan ‘aqal pikiran
( pengetahuan ‘ulama / shufi )
Tuhan itu satu
dengan pengenalan /
penglihatan ( hati sanubari ).
Maka pengetahuan menurut
pengertian yang (pertama) dan yang (kedua) tersebut (awam) dan ‘ulama
sebenarnya belumlah merupakan pengetahuan (haqiqi) tentang tuhan, maka keduanya
disebut (‘ilmu) dan bukannya (Ma’rifat)
pengertian yang melandasi pengetahuan yang (ketiga) barulah disebut
sebagai Ma’rifat karena telah merupakan pengetahuan (haqiqi) tentang tuhan.
Jelaslah bahwa ma’rifat hanya
terdapat pada qaom shufi yang sanggup Melihat Tuhan denga hati sanubarinya,
yang adalah karunia / anugrah allah kepada qaom shufi yang benar-benar berjuang
dengan hasrat bertemu tuhan, dari sangat cintanya mereka kepada tuhannya,
Ketika dunuun di tanya :
Bima’Aroftu Robbaka?
Artinya : dengan bagimana anda Ma’Rifat / mengenal akan tuhan
anda ?
Qola : ‘aroftu robbi bi robbi walaolaka robbii lama ‘aroftu
robbii.
Artinya : aku mengenal tuhanku dengan tuhanku dan sekiranya
bukan pertolongan tuhanku niscaya aku tidak mengenal tuhanku
Dari kata-kata tersebut
tergambar bahwa Ma’rifat tidak diperoleh begitu saja tetapi adalah pemberian
dari tuhan, oleh karena itu maka Ma’rifat bukanlah hasil pemikiran manusia
tetapi terkandung pada kehendak dan rahmat tuhan, dengan lain perkataan,
bahwasanya Ma’rifat adalah pemberian Allah kepada qaom shufi yang
sanggup mampu menerimanya
Setengah dari pada ahli
shufiyah menerangkan perihal tiga alat untuk memperoleh Ma’rifat yakni tiga
alat dalam tubuh manusia. Yang dipergunakan oleh ahli shufiyah pada umumnya
dalam hubungan mereka dengan tuhan :
1 . Qolbu =====================untuk mengetahui
shifat tuhan
2 . Ruuh ===================== untuk mencintai
tuhan
3 . Sirr
=====================untuk melihat tuhan
Adapun Sirr disini lebih halus
daripada Ruuh dan Ruuh adalah lebih halus dari Qolbu dan Qolbu itu. tidak sama
dengan jantung karena Qolbu adalah alat untuk ( merasa ) dan pula alat untuk
berpikir.
Adapun perbedaan Qolbu dengan
‘Aqal ialah bahwa ‘Aqal tak bisa memperoleh pengetahuan sebenarnya tentang
tuhan sedang Qolbu bisa mengetahui haqeqat dari segala yang ada manakala Allah
melimpahkan Nuur-nya kepada Qolbu insan seolah-olah Siir bertempat di Ruuh dan
Ruuh bertempat di Qolbu dan Sirr timbul serta dapat menerima limpahan rahmat da
Allah kalu Qolbu dan Ruuh itu telah suci benar kosong daripada selain Allah,
maka pada ketika itu tuhan menurunkan cahyanya kepada orang shufi dan
menjadilah yang dilihat orang shufi itupun hanyalah Allah begitulah maka dia
telah sampai ketingkat Ma’ifat
Diantara
beberapa ta’riif tentang Ma’rifat adalah :
Alma’rifat
jazmul qolbi biwuujuudil waajibil maujuudi muttashifan bisaairil kamaalati,
Artinya : ma’rifat itu iyalah
ketetapan Hati mempercayai akan wuujudnya dzat yang waajib Wuujuudnya yang
bershifat dengan segala kesempuraannya
Al’ma’rifatu
syuhuuduhu fiil khairoti wafanaauhu fii haibatin
Artinya : ma’rifat itu nampak
didalam keadaan tercengang dan leburnya kita didalam keadaan pingsan ( fana ),
sebagaimana digambarkan didalam peristiwa Nabiyullahu Musa memohon agar dapat
melihat Allah.
Qola robbi arinii anzhur
ilaika qola lan taroonii walakinizhur ilaljabali faistqorro makanahu fasaufa
taroonii, falamma tajalla robbuhu liljabali ja’alahu dakka wakharromuusaa
sho’iqon.(Al’Imroon 143) berkata Nabi Musa.
Artinya : hamba dapat melihat
engkau,
Wahai tuhanku nampakanlah dzat
kesempurnaan engkau kepada Hamba Allah
berfirman : kamu sekali-kali tidak sanggup melihat (Aku) tetapi melihatlah kebukit itu, maka
jika ia tetap ditempatnya niscaya engkau dapat melihat (Aku), tetkala tuhannya
nampak bagi bukit itu maka kejadian itu menjadikan bukit itu Hancur luluh dan
Musapun jatuh pingsan. Dari ayat tersebut dapatlah dipetik pengertian melihat
Tuhan itu bukan dengan mata kepala.
Firman
Allah : latudrikuhul abshoru,
Artinya
: allah itu tidak mungkin dilihat dengan penglihatan mata kepala.
2 . Bahwa
ma’rifat itu sesungguhnya
adalah tembusnya penglihatan
Hati kepada Allah.
Firman
allah ta’ala : qulinzhuruu maadzaa fiissamawaati wal‘ard.
Artinya
: Lihatlah apa yang sebenarnya yang ada
dilangit dan dibumi
3. bahwa senantiasa ruuh itu
terhijab dengan rasa keinsanan / insaniyah maka tiada yang dilihat kecuali yang
nampak juga. Apabila shifat ruhaniyah lebih berkuasa atas shifat keinsanan.
Maka berbalik pandangan (mata) kepala menjadi pandangan (mata hati) artinya :
tiada dilihat oleh mata kecuali apa yang dilihat oleh (hati) dalam pada itu
penglihatan (mata) yang bershifat kebaharuan (muhaddats) lebur dalam
penglihatan (hati) yang bershifat keqodiman, maka tentunya tidak dapat
bercampur baur dengan qodim.
Bersamung ke _17_B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar